Langsung ke konten utama

Postingan

Unggulan

Lewat Jalan Pulang

Lagu yang tersisip di telingaku, hilir angin lembut yang menyentuh helai rambutku, motor lama yang menyertaiku dalam kendalinya,  pula sore seperti kemarin dan hari ini. Aku agungkan haribaan Tuhan di tiap tiap harinya. lewat jalan pulang aku teduhkan hati yang lara, jiwa yang tidak lagi membara. Kicau burung yang berubah jadi sekumpulan manusia murung. Lewat jalan pulang aku istirahatkan sungkanku yang terdalam.  Tuhan,  ‘ku dambakan sore seperti kemarin di hari ini. Aku menepi menilik petangmu menjelang gelap, aku potret dalam riminisensi berkali kali. Aku memang tidak menunggu pagi, tapi tanpa pagimu, tidak ada sore seperti kemarin dan hari ini. “Ah. memang sampai matipun manusia berkawan bayangnya sendiri”. Lewat jalan pulang, aku berhenti. Sambil duduk di tepi kiri, aku pangku lagi derita di sore ini, persis seperti derita di sore hari kemarin. 

Postingan Terbaru

Bukan Sepenggal Surat Cinta

Menyaksikan Kepergian (Menetaplah)

Merayakan Kematian

Trotoar dan Aspal?

Menyaksikan di Balik Awan

Air dan Mata Tuan

Kelana

Kisah Sang Tunas

Lampu-Lampu Kota

a Summer Poet