Menyaksikan di Balik Awan
Bumi banyak sekali menyembunyikan rahasianya.
Tidak satupun ingin kuketahui dan kuingat-ingat.
Penghuninya berteriak berisik.
Barangkali jika kalian tetap ingin tahu, aku tidak sekalipun mendengar teriak-teriaknya.
Aku melihat daftar para manusia.
Aku putuskan untuk mengawasi salah satu dari mereka di balik awan.
Aku mengambil 5 potret dirinya setiap hari.
Potret tersebut langsung lenyap setiap petang.
Kulihat-lihat sebelum tidur agar bisa menjadi mimpi dan kuingat terus hingga akhir.
“Aku menyaksikanmu dari balik awan,
aku menemanimu dari kejauhan,
aku mengamati gerakmu, lelapmu, pandangan matamu, caramu menggenggam cangkir— serta kusutnya pikiranmu.
Tampaknya memang matamu menyiratkan satu nama sedari awal.”
“Aku bersembunyi di balik awan.
Mengawasi 1 keindahan yang hatinya kadang kelabu kadang memerah,
pula bahunya lebih kuat dari batu gunung,
langkahnya lebih besar dari suara bising di kepalanya sendiri.”
Sejak saat pertama aku melihat kekosongan dirimu— yang paling kosong di antara para ciptaan tuhan, aku telah berjanji, bahwa keheningan, ketakutan, kehampaan tidak akan lagi menghampiri ruangmu walau sekecil debu.
Pula, aku berharap di suatu kelak— jika kau melihat gumpalan paling terang tetapi terkadang gulita di atas kepalamu, kau sempatkan untuk menyaksikanku yang terus ada di balik awan.
Aku yakin hadirnya awan di langit, menghangatkanku disetiap aku melewati malam-malam yang dingin.
BalasHapus