Menyaksikan Kepergian (Menetaplah)
Barangkali kau lupa,
bagaimana kau menyasap lukaku dan berharap kabar dariku esok pagi.
ketahuilah, aku akan terus mengingatnya.
Tak kulihat sekalipun kau sesali—terkadang kau berdiri menunggu di tengah kerumunan, mengamati langkahku dari jarak nun jauh.
Kau bimbang—antara pergi atau tetap tinggal?
Jika aku adalah kau, aku akan terus mendayung perahuku ke pulau seberang,
atau barangkali dengan menumpangi mobil sewaan?
Dalam perih yang pernah aku seka sendirian, kau ikut tersedu panjang bersamaku.
Entah apa yang membuatnya.
Debu langit ‘kah?
Atau sekawanan duka di balik pikiranmu?
Atau karena kau benar-benar menyimpan aku di rongga dadamu?
Manusia datang, manusia pergi.
Sisanya membaca tanda-tanda.
Tetapi, kau? tidak termasuk ke dalam salah satunya—kau menetap.
Kau,
membuat hatiku yang batu jadi melimpah akan kehidupan.
Wanginya seperti daun, bunga—menghijau sepanjang musim.
Kau membuatnya tidak membeku, tidak kemarau dan tidak berguguran.
Kekasihku,
dengan pena ini kuguratkan,
dalam masa sekarang yang memeluk kita,
masa lalu yang membentuk kita,
pula masa depan yang jadi pengharapan untuk kita terus hidup,
kamu akan terus tetap.
Kekasihku,
tinggal ‘lah lebih lama lagi,
kuharap kau yang menyaksikkan banyak kepergian,
sehingga kelak—kepergianku tidak lagi mengusik dirimu.
Menetaplah,
ya?
Komentar
Posting Komentar